الكريم

Jumat, 18 Maret 2011

Apakah Keahlian Menulis Berkorelasi Positif Dengan Kemampuan Berbicara?


Writing and Speaking
Di artikel saya sebelumnya, baca "3 Kerugian Kalau Anda Tidak Suka Menulis" sempat saya ada diskusi menarik dengan dua orang sahabat blogger saya, Mas Widodo dan Mbak Hani tentang apakah seorang penulis yang baik sekaligus seorang pembicara yang baik. Dan begitu pun sebaliknya, apakah seorang pembicara yang baik sekaligus juga penulis yang baik.

Kalau dalam contoh tulisan saya kemarin sempat saya berikan contoh kasus. Prakteknya, banyak kawan-kawan saya di level manager yang pandai berbicara, pandai memimpin meeting (rapat) tapi tulisannya hanya biasa-biasa saja, tak semenarik bicaranya bahkan beberapa diantaranya samasekali tak bisa menulis.

Kalau menurut pendapat Anda bagaimana seharusnya? Apakah keahlian menulis dan berbicara memang seharusnya berkorelasi positif? Atau apakah keahlian menulis yang lebih sulit dari berbicara? Atau sebaliknya, keahlian berbicara lebih sulit ketimbang menulis?

Sebelum Anda menjawab pertanyaan saya di atas ada baiknya Anda simak ketiga contoh tokoh di bawah ini. Tokoh ini sangat terkenal dengan keahlian berbicaranya dan sekaligus salah satunya juga pintar menulis. Tokoh pertama seorang dai kondang sejuta umat bernama K.H. Zainuddin MZ, tokoh kedua seorang sastrawan, wartawan juga seorang filsuf (pemikir) bernama Goenawan Mohamad. Dan tokoh ketiga bernama Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). Mari kita bahas satu persatu.

K.H. Zainuddin MZ

Siapa yang tak kenal dengan tokoh K.H. Zainuddin MZ? Tokoh ini sangat terkenal dengan ceramahnya yang memikat, bisa menyihir banyak jamaahnya karena kepiawaian tokoh ini dalam memberikan pidato atau ceramah agamanya. K.H. Zainuddin MZ adalah seorang orator ulung. Semua orang tak akan bisa menyangkal fakta ini.

Namun bagaimana dengan tulisannya?

Ada seorang penulis bernama M. Arief Hakim yang mengatakan tulisan K.H. Zainuddin MZ ternyata tak sebagus pidatonya. Tulisannya, masih kata penulis itu, terasa dangkal, tidak komunikatif, dan tidak sistematis. Selain itu, gaya bahasa dan kalimat-kalimat yang dirangkainya juga terasa kurang bagus dan kurang menarik.

Benarkah begitu? Ehm, kalau saya sendiri memang belum pernah menemui dan membaca satu pun tulisan K.H. Zainuddin MZ di media. Atau apakah ini tanda atau salah satu bukti bahwa K.H. Zainuddin MZ memang kurang piawai menulis sehingga amat jarang menulis dan tulisannya tak banyak yang kita temui di media?

Contoh pertama, K.H. Zainuddin MZ ini menegaskan fakta bahwa keahlian berbicara ternyata tidak sekaligus berkorelasi positif atau otomatis juga pintar menulis.

Goenawan Mohammad

Goenawan Mohamad adalah salah satu contoh tokoh idealis yang keberadannya satu persatu mulai langka di negeri ini. Anda masih ingat dengan peristiwa beberapa bulan yang lalu ketika Goenawan Mohamad mengembalikan uang hadiah dari Bakrie Award beserta bunganya kepada yayasan milik Aburizal Bakrie. Silahkan baca artikel saya yang ini, baca "Alasan Goenawan Mohamad Mengembalikan Bakrie Award Membuat Saya Jadi Sedih" kalau Anda belum sempat membacanya.

Goenawan Mohamad ini adalah salah satu contoh penulis yang baik. Tulisan-tulisan Goenawan Mohamad sangat memikat karena tulisannya sangat terjaga tata bahasa, irama dan konsistensi kualitasnya di setiap tulisannya. Tetapi, sekaligus tulisannya punya banyak variasi dalam pembukaan dan ending dengan nada, cara, dan teknik yang sangat bervariasi, sehingga terasa indah dan enak dibaca. Tulisan Goenawan Mohamad tidak berkesan menggurui tapi mengajak berpikir kepada pembacanya.

Lalu bagaimana dengan kemampuan berbicara Goenawan Mohamad? Ternyata kemampuan berbicara Goenawan Mohamad tak sebagus tulisannya, sebagus lirik puisi-puisi ciptaannya yang sangat kuat dan memukau. Gaya dan retorika pidatonya cenderung datar-datar saja dan kurang memikat. Saya mengatakan kurang memikat di sini bukan tidak berbobot, ya. Tidak. Tapi hanya cara menyampaikannya saja yang kurang menarik.

Saya tak hendak mensejajarkan diri dengan Goenawan Mohamad, tetapi faktanya betapa apa yang terjadi pada Goenawan Mohamad ini sedikit mirip dengan kasus diri saya. Saya merasa, meski waktu dulu masih menjadi seorang supervisor di Malang pernah juara 2 dalam lomba presentasi sesama teman supervisor di perusahaan tempat saya bekerja tapi saya tetap merasa gaya pidato atau presentasi saya jelek. Saya boleh Narsis sedikit, tetap tak semenarik seperti tulisan saya yang kata beberapa kawan saya katanya menarik. He He.

Semoga Anda setuju dengan saya, terlebih kalau Anda adalah seorang intelektual sebuah pidato menarik atau tidak seharusnya bukan dari bungkusnya, cara menyampaikannya, tapi dari bobot isi materi atau pesan yang disampaikannya. Betul?

Emha Ainun Nadjib

Sengaja saya tak memberikan predikat apa-apa kepada tokoh satu ini di awal paragaraf saya di muka. Cak Nun begitu Emha Ainun Nadjib sering disapa adalah salah satu tokoh langka yang tak banyak dan sedikit mirip dengan Goenawan Mohamad karena kelangkaannya ini. Mengapa langka? Karena sulitnya mendiskripsikan tokoh yang satu ini dengan baik yang lebih tepat tokoh apa Cak Nun ini. Karena hampir semua predikat bisa disandanganya dengan baik. Dibilang seorang Agamawan iya karena Cak Nun memang salah satu tokoh Islam. Namun selain dia seorang tokoh agama, Cak Nun juga sekaligus seorang penulis, seniman, budayawan, sastrawan, dan sekaligus cendekiawan.

Kalau Anda tetap bertanya ke saya Cak Nun itu sebetulnya yang paling pas tokoh apa? Saya tetap hanya bisa bilang saya tak bisa jawab karena sangat jarang menjumpai seorang tokoh yang bisa menguasai banyak talenta seperti Cak Nun ini.

Nah, dalam hal menulis dan berbicara pun demikian, kemampuan menulis Cak Nun sudah tidak bisa diragukan lagi karena sudah banyak buku-bukunya tersebar di toko buku, baik buku sastra seperti kumpulan cerpen, novel dan buku-buku tentang politik dan agama. Dan yang terpenting kemampuan pidato atau berbicaranya sama-sama baiknya dengan kemampuan menulisnya.

Terakhir sekarang kesimpulannya: Apakah Keahlian Menulis Berkorelasi Positif Dengan Kemampuan Berbicara? Saya rasa pertanyaan ini kurang tepat jadi Anda tidak usah repot-repot menjawabnya karena prakteknya kebanyakan memang sangat jarang menjumpai orang yang bisa seperti tokoh Cak Nun yang multi talenta itu, pandai menulis juga pandai berbicara. Yang lebih tepat pertanyaannya sebetulnya adalah Apakah seorang pembaca yang baik adalah sekaligus penulis yang baik?

Nah, jika Anda tertarik dengan tulis-menulis dan ingin tahu bagaimana ciri-ciri pembaca yang baik, silahkan lanjutkan baca artikel saya yang ini "Membaca Kreatif Untuk Kreatif Menulis" dan artikel "Inilah 15 Ciri Pembaca Kreatif". Semoga tulisan ini bermanfaat dan selamat menulis!

0 komentar: